Kondisi Pertambangan Di Indonesia dan Hubungannya dalam Pembangunan Berkelanjutan
Kondisi Pertambangan Di Indonesia – Sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah salah satunya dalam mineral dan energi, Indonesia menjadi lahan subur bagi industri pertambangan dewasa ini. Salah satunya dengan 39% hasil pertambangan emas, nomor dua di bawah negara Tiongkok. Lalu bagaimana dengan perkembangannya terhadap pembangunan yang berkelanjutan? Apa saja tantangan yang dihadapi?
Berikut Kondisi Pertambangan di Indonesia dan Tantangan Bagi Para Pelaku Usaha:
1. Energi yang Tidak Terbarukan
Sebagian besar sumber daya alam yang menjadi fokus dalam dunia pertambangan adalah sumber daya yang tidak terbaharukan, hal ini menjadi poin tersendiri terhadap dinamika industri pertambangan bahwa selain menjadikan energi tersebut sebagai sumber profit dan pendapatan tetapi harus mampu untuk menemukan sumber energi pengganti ketika sumber energi tersebut mulai mencapai batas akhir.
Karena memang belum ditemukan energi daur ulang yang mampu untuk menghasilkan mineral seperti emas, nikel, dan lain-lain selain melalui metode pertambangan.
2. Regulasi Pertambangan
Bergelut dalam bisnis industri pertambangan memiliki tantangannya sendiri. Indonesia walaupun terdiri dari luasnya eumber daya alam yang menyebar dari Aceh ke Marauke, dengan potensi pertambangan yang melimpah juga mebutuhkan regulasi yang jelas dan ketat dalam memberikan izin usaha kepada para pebisnis industri pertambangan. Melihat bahwa dalam industri ini akan berkaitan erat terhadap dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang ada disekitar area pertambangan yang dilakukan.
Melalui Peraturan dan Kebijakan yang jelas dan ketat ini diharapkan pula para pelaku bisnis dan masyarakat terkait dan dinas yang terlibat dapat mengontrol proses pertambangan sehingga segala aspek yang berkaitan pun dapat saling memberikan manfaat dan keuntungan satu sama lain. Tidak meninggalkan masalah atau problom yang tidak terselesaikan dan malahan menimbulkan kerusakan.
Seperti diketahui bahwa proses industri pertambangan sangat berkaitan erat dengan keberlanjutan hayati suatu lingkungan, sehingga tidak hanya tegas terhadap regulasi pemberian ijin pertambangan tetapi juga diperlukan ketegasan rugulasi pasca pertambangan, yang dimana setiap perusahaan atau pelaku usaha bertanggung jawab terhadap lokasi ijin usaha pertambangannya dalam pembenahan dan mengembalikan fungsi lahan tersebut menjadi layak untuk ditanami dan dimanfaatkan yang tentu menggunakan metode pemulihan yang tepat.
3. Metode Bio Rehab Memulihkan Lahan Bekas Pertambangan
Agricola Nusantara Baramineral sebagai Perusahaan Jasa Konsultan Pertambangan dan Lingkungan Indonesia hadir dengan metode untuk memulihkan lahan terganggu akibat eksploitasi pertambangan yang ada. Metode tersebut dikenal dengan Metode Bio Rehab atau Bioremediasi yang merupakan aktivitas pembenahan lahan menggunakan hayati atau mikroorganisme. Dimana Lahan yang terganggu setelah eksploitasi memerlukan perlakuan khusus sebelum melakukan penanaman kembali (revegetasi).
Metode Bio Rehab atau Bioremediasi diawali pada 2 bulan pertama yang berfokus kepembenahan dan aplikasi Bio Rehab di lahan yang akan direklamasi. Selanjutnya menanam fast growing species, berupa Sangon dan Jabon sebagai tanaman perintis, lalu tanaman penutup tanah Legume Cover Crop (LCC). Setelah proses penataan lahan, aplikasi Bio Rehab dan penanaman tanaman perintis berikut tanaman penutup tanah yang membutuhkan waktu 4 bulan, barulah masuk ke fase pemeliharaan tanaman.
Titik krusial dari proses reklamasi pascatambang dengan metode Bio Rehab terletak pada proses penataan, penyiapan dan perlakuan pada lahan sebelum ditanami tumbuhan. Aktivitas penambangan yang merusak lapisan atas tanah (top soil) menyisakan subsoil yang tidak subur dan minim unsur hara. Sehingga Metode Bio Rehab menjawab permasalahan tersebut dengan mengembalikan unsur hara tanah melalui pengayaan mikroorganisme pada tanah. Dengan begitu tanah yang sudah menerima aplikasi Bio Rehab akan layak untuk ditumbuhi tanaman di atasnya.
Metode ini telah diaplikasikan juga di beberapa lahan kritis bekas kolam tailing tambang timah di Kabupaten Bintan dan Lingga Kepulauan Riau. Hasilnya berhasil me-revegetasi lahan yang tadinya sudah mati. Harapannya merode ini dapat menjadi solusi bagi setiap perusahaan tambang yang seringkali kesulitan dalam mempersiapkan lahan kritis bekas tambang untuk direklamasi.
Dengan reklamasi yang tepat, maka dampak kerusakan lingkungan bisa dikurangi dan pada saat yang sama lahan yang ditinggalkan setelah penambangan akan kembali fungsinya sebagai lahan yang layak untuk ditanami kembali oleh masyarakat. Sehingga dapat memberikan dampak pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat dan komunitas yang ada disekitarnya.